Tol trans Jawa buat penambak udang Pekalongan sumringah
PEKALONGAN. Sejak aktifnya seluruh ruas tol trans Jawa, para penambak udang Pekalongan berbahagia. Mereka tidak perlu lagi lama menunggu untuk mendapatkan pesanan bahan material atau mengirimkan produknya.
Menurut Saiful Adit salah satu pengelola tambak udang vaname, tol trans Jawa bisa membuat pengiriman benih udang dari Anyer, Banten ke tambaknya di Pekalongan sekitar 6 jam saja. Ini artinya, benih udang bisa datang 6 jam lebih cepat karena sebelum adanya tol trans Jawa pengiriman Anyer-Pekalongan membutuhkan waktu 12 jam. "Ini membuat kami senang. Kualitas benih udang tidak akan terlalu banyak turun karena benih terlalu lama di jalan," kata Saiful kepada KONTAN, Selasa (19/2).
Pengelola tambak udang lainnya, Heru Wijaya mengungkapkan hal yang senada. "Saat dibawa bepergian benih udang punya batas waktu, bila terlalu lama bisa stres," jelas Heru yang mengelola 20 kolam di Pekalongan dengan bantuan 9 karyawannya.
Uniknya untuk pengiriman cepat via tol trans-Jawa, para pengelola tambak harus secara khusus meminta kepada para sopirnya. Tidak hanya itu, mereka juga harus merogoh koceknya untuk mengganti uang masuk tol sebesar Rp 187.000 setiap kali jalan.
Tapi untuk Saiful yang mengelola 6 kolam di sana mengaku sama sekali tidak merasa keberatan menambah ongkos pengiriman barang asalkan benih udang bisa cepat sampai. "Benih yang fit akan mempengaruhi daya tahan hidup dan kualitas udang di saat panen," kata Saiful. Untuk para penambak, semakin cepat benih sampai artinya risiko benih stres pun turun dan hasil panen pun maksimal.
Faktor benih memang sangat penting untuk para penambak udang vaname. Pasalnya, setiap kali menebar benih udang di tambaknya, mereka membutuhkan sekitar 90.000 sampai 100.000 ekor benih udang vaname. Untuk bisa memenuhi kebutuhan benih udang, Heru sengaja memesannya langsung dari supplier di Anyer, Banten.
Setelah dipelihara di tambal dalam waktu 3-4 bulan, udang sudah bisa dipanen. Hasil panen udang ini pun langsung dijual kepada para tengkulak yang berkeliling di sekitar tambak. Para tengkulak dari Semarang dan Pekalongan itu akan membeli udang dengan harga bervariasi sesuai dengan kualitasnya. Bila hasil panen maksimal udang vaname bisa dihargai Rp 120.000 per kg.
Sekadar info, sentra tambak udang vaname ini ada sejak tahun 2013 silam. Sebelumnya, lokasi tambak difungsikan sebagai lahan persawahan padi.
Sentra tambak udang yang bergulat dengan rob Secara geografis, lokasi tambak udang vaname cukup strategis, yaitu berada di belakang Pantai Slamaran. Tapi lokasi tambak yang dekat dengan pantai tidak membuat pusat tambak udang rakyat ini tumbuh subur. Pasalnya, para pengelola harus menghadapi banjir rob yang membuat pemilik rugi besar lantaran gagal panen. Asal tahu saja, bencana banjir rob sudah menjadi langganan di Kecamatan Degayu. Dikutip dari Tribun Jateng, penurunan tanah di Pekalongan sudah mencapai 25-34 sentimeter atau hampir setengah meter per tahun. Pengeboran sumur tanah yang dilakukan para pengrajin batik juga memperburuk keadaan. Menurut Mutadi, Kepala Program Studi (Kaprodi) Batik Universitas Pekalongan, jika pengeboran tidak dihentikan maka Pekalongan akan tenggelam. Tak cukup di sana, penambak juga berhadapan dengan pencemaran lingkungan yang membuat kualitas air menurun tajam. Dari penelusuran tim Jelajah Ekonomi Kontan, di bagian ujung kompleks tambak ini menjadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah-sampah di Pekalongan. TPA yang sudah beroperasi sejak bertahun-tahun itu kondisinya sungguh menyedihkan. Sampah plastik sudah menggunung, bahkan ada sebagian yang masuk ke dalam kolam tambak masyarakat. Kondisi ini membuat pusat budidaya udang vaname Kecamatan Degayu sulit berkembang. Pemilik tambak pun lebih memilih menutup usahanya daripada harus menanggung masalah. Pengelola tambak juga menyarankan kepada pemain baru untuk memahami kondisi lingkungan dan siap menanggung kerugian bila ingin memulai budidaya udang di sana. "Saya selalu bilang kepada para bos batik yang baru mau membuka tambak udang untuk pikir-pikir, bila tidak mempunyai modal besar lebih baik jangan karena tidak semudah yang dibayangkan," jelas Saiful. Saat tim JEK berkunjung ke lokasi, terlihat sejumlah kincir air yang berhenti berputar, menandakan kolam tidak lagi berfungsi alias kosong. Menurut Saiful, memang cukup susah mengelola tambak dengan kondisi lingkungan yang tercemar walau bisa diupayakan dengan bantuan obat-obatan kimia yang bisa menjernihkan dan menetralkan air. |